Pidato Ketua Federal Reserve Jerome Powell pada 16 April 2025 di Economic Club of Chicago memberikan gambaran tentang pandangan Federal Reserve (Fed) terhadap kondisi ekonomi AS, kebijakan moneter, dan dampak kebijakan tarif yang diusulkan oleh pemerintahan Trump.
Berikut adalah penjelasan mendalam tentang isi pidato tersebut berdasarkan informasi dari sumber terpercaya:
1. Kondisi Ekonomi AS Saat Ini
🇺🇸JUST IN: Fed Chair Powell says, “The level of tariff increases announced so far is significantly larger than anticipated... the economic effects which will include higher inflation and slower growth” pic.twitter.com/CDXVgFDOnx
— CryptosRus (@CryptosR_Us) April 16, 2025
Pertumbuhan Ekonomi Melambat: Powell mencatat bahwa data ekonomi awal menunjukkan pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal pertama 2025 melambat dibandingkan dengan laju yang solid pada 2024.
Belanja konsumen tumbuh secara moderat, meskipun penjualan kendaraan bermotor tetap kuat. Lonjakan impor, yang diduga sebagai respons untuk menghindari tarif baru, telah menekan Produk Domestik Bruto (PDB).
Pasar Tenaga Kerja: Powell menyatakan bahwa pasar tenaga kerja AS berada pada atau mendekati kondisi lapangan kerja maksimum (maximum employment), salah satu dari dua mandat utama Fed.
Ini menunjukkan bahwa tingkat pengangguran relatif rendah dan pasar tenaga kerja tetap sehat.
Inflasi: Inflasi telah turun signifikan dari puncaknya, namun masih sedikit di atas target Fed sebesar 2%.
Powell menekankan bahwa inflasi tetap menjadi perhatian utama, terutama dengan risiko kenaikan akibat kebijakan tarif.
2. Dampak Kebijakan Tarif Trump
Skala Tarif yang Lebih Besar dari Perkiraan: Powell menyoroti bahwa tarif baru yang diumumkan oleh pemerintahan Trump, termasuk tarif 10% pada semua impor AS mulai 19 April 2025 dan tarif yang lebih tinggi pada impor dari Tiongkok, jauh lebih besar dari yang diantisipasi Fed, bahkan dalam skenario terburuk mereka.
Efek Ekonomi:
Inflasi Jangka Pendek: Powell memperingatkan bahwa tarif ini "sangat mungkin" akan meningkatkan inflasi dalam jangka pendek karena kenaikan biaya impor akan diteruskan ke konsumen.
Ia khawatir kenaikan harga sementara ini bisa memicu ekspektasi inflasi jangka panjang yang tidak terkendali jika tidak dikelola dengan baik.
Pertumbuhan Melambat: Selain inflasi, tarif juga diperkirakan akan memperlambat pertumbuhan ekonomi karena gangguan rantai pasok, penurunan daya saing ekspor AS, dan potensi melemahnya permintaan global.
Stagflasi sebagai Risiko: Powell menyebutkan skenario "menantang" di mana Fed bisa menghadapi stagflasi, yaitu inflasi tinggi bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi yang stagnan dan potensi kenaikan pengangguran. Ini akan menyulitkan Fed karena kedua mandatnya (stabilitas harga dan lapangan kerja maksimum) akan saling bertentangan.
Ketidakpastian Ekonomi: Powell menekankan bahwa outlook ekonomi sangat tidak pasti dengan risiko penurunan yang meningkat, terutama karena dampak tarif yang belum sepenuhnya terlihat dalam data ekonomi.
3. Kebijakan Moneter Fed
Suku Bunga Ditahan: Powell menegaskan bahwa Fed akan mempertahankan suku bunga pada level saat ini untuk sementara waktu, mengadopsi pendekatan "wait-and-see" hingga ada kejelasan lebih lanjut dari data ekonomi, seperti laporan inflasi PCE dan tingkat pengangguran.
Ia menolak ekspektasi pasar untuk penurunan suku bunga dalam waktu dekat, dengan menyatakan bahwa tidak ada "Fed Put" (intervensi cepat untuk menyelamatkan pasar).
Fokus pada Mandat Ganda: Fed tetap berkomitmen pada mandat ganda dari Kongres: menjaga lapangan kerja maksimum dan stabilitas harga. Powell menjelaskan bahwa jika inflasi dan pengangguran bergerak menjauh dari target, Fed akan mempertimbangkan seberapa jauh ekonomi menyimpang dari masing-masing tujuan dan jangka waktu yang diperlukan untuk menutup kesenjangan tersebut.
Ekspektasi Inflasi Jangka Panjang: Powell menegaskan bahwa tugas utama Fed adalah memastikan ekspektasi inflasi jangka panjang tetap terkendali. Ia ingin mencegah kenaikan harga akibat tarif menjadi masalah inflasi yang berkelanjutan.
4. Independensi Federal Reserve
Menghadapi Tekanan Politik: Powell menegaskan independensi Fed sebagai institusi yang diatur oleh hukum, hanya dapat diubah oleh Kongres, bukan oleh tekanan politik.
Ia berjanji untuk tetap membuat kebijakan moneter berdasarkan data ekonomi, tanpa mempertimbangkan faktor politik. Pernyataan ini merespons tekanan dari Trump, yang sebelumnya meminta penurunan suku bunga dan mengkritik kebijakan Fed.
Isu Hukum: Powell juga menyebutkan bahwa Fed sedang memantau kasus Mahkamah Agung terkait hak Trump untuk memecat pejabat di lembaga independen, namun ia yakin kasus tersebut tidak akan berlaku untuk Fed.
5. Respon Pasar dan Volatilitas
Volatilitas Pasar: Powell menggambarkan volatilitas pasar saham dan obligasi baru-baru ini sebagai respons logis terhadap perubahan dramatis dalam kebijakan perdagangan Trump, bukan tanda stres sistemik yang memerlukan intervensi Fed. Ia mencatat bahwa pasar tetap berfungsi dan teratur.
Efek pada Pasar Keuangan: Saat Powell berbicara, pasar saham AS mengalami penurunan lebih lanjut, sementara obligasi menguat, mencerminkan kekhawatiran investor tentang inflasi dan pertumbuhan yang lebih lambat.
6. Konteks Global dan Relevansi untuk Indonesia
Dampak Global: Powell tidak secara eksplisit membahas dampak tarif pada ekonomi global, tetapi laporan lain menyebutkan bahwa tarif AS dapat memicu resesi global, dengan JPMorgan memperkirakan peluang resesi sebesar 60% jika tarif tetap berlaku.
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) juga memangkas proyeksi perdagangan barang global, memprediksi penurunan terbesar sejak pandemi COVID-19.
Implikasi untuk Indonesia: Di Indonesia, ekonomi tetap tangguh dengan pertumbuhan 4,95% pada Q3-2024 dan inflasi rendah sebesar 0,76% (yoy) pada Januari 2025.
Namun, tarif AS dapat mengganggu ekspor Indonesia, terutama tekstil dan elektronik, serta meningkatkan volatilitas nilai tukar rupiah.
Bank Indonesia kemungkinan akan mempertahankan kebijakan moneter yang hati-hati untuk mengantisipasi tekanan eksternal.